Ia meminta semua pihak untuk tidak membangun atau menggiring opini-opini bahwa Papua ini memiliki satu Kepala Suku besar seperti Pak Lukas Enembe.

Lukas Enembe hanya dikenal sebagai gubernur bukan kepala suku besar Papua.

Bagi kami orang Jayapura, kami tidak setuju, karena kita di Jayapura juga punya kepala suku besar. Jadi kalau bapa Lukas ini kami tahu sebagai Gubernur Papua untuk semua masyarakat lewat Pemerintah. Tapi lewat adat, kami orang Jayapura tidak tahu bapa Lukas sebagai Ondoafi terbesar untuk orang Papua.

Kasus Lukas Enembe itu harus diproses, ketika Lukas Enembe terbukti bersalah maka harus mendapat hukuman.

Lukas Enembe tidak bisa menjadi kepala suku besar Papua salah satunya karena tidak ada garis silsilah keturunan kepala suku yang jelas.

Lukas Enembe dituduh telah menyalahi aturan Pemerintah terkait gratifikasi senilai Rp1 miliar. Maka hukum yang dipakai untuk memeriksa Lukas adalah hukum Pemerintah. Lagian, dalam aturan adat pun tak ada disebutkan mengadili seseorang di lapangan terbuka.

Lukas Enembe harus diperiksa di dalam ruangan dan tidak di tempat terbuka karena hal tersebut yang sesuai dengan prosedur hukum, bahkan dalam aturan adat juga tidak ada pemeriksaan terbuka seperti yang disuarakan kuasa hukum Lukas Enembe.

Kami masyarakat pesisir ini mulau dari Skouw sampai Sarmi, kami punya kepala suku masing-masing, kami punya Ondoafi. Kalau bapa Lukas sebagai Gubernur itu kami akui, tapi kalau sebagai kepala suku besar secara umum, saya tidak setuju. Panggil dulu semua Ondoafi dari kampung-kampung, dari semua suku-suku untuk nobatkan dia, baru kami akui.

Lukas Enembe secara adat tidak ada garis keturunan sehingga tidak diakui sebagai kepala suku.

Kalau masyarakat adat pasti mereka mengerti aturan adat dan budaya. Dalam budaya orang Papua, saya belum pernah lihat dan dengar ada orang diperiksa di lapangan terbuka.